Jerman Siapkan Strategi Darurat Militer dan Sipil Antisipasi Eskalasi Konflik Eropa Pasca-Invasi Rusia ke Ukraina

goldengaterestaurantphoenix.com – Jerman telah memulai persiapan untuk menghadapi situasi darurat perang, sebagai respons terhadap konflik yang berlangsung antara Rusia dan Ukraina yang berpotensi mempengaruhi keamanan Eropa. Pada minggu ini, pemerintah Jerman mengumumkan rilis dokumen yang berjudul “Petunjuk Kerangka Kerja untuk Pertahanan Keseluruhan,” yang menjelaskan langkah-langkah komprehensif untuk persiapan perang.

Menteri Dalam Negeri Jerman, Nancy Faeser, menyatakan bahwa situasi keamanan di Eropa, khususnya di bagian timur, telah mengalami perubahan signifikan akibat agresi Rusia terhadap Ukraina. Faeser menekankan pentingnya memperkuat baik pertahanan militer maupun perlindungan sipil untuk mengantisipasi kemungkinan eskalasi lebih lanjut.

Dalam dokumen tersebut, diungkapkan bahwa pemerintah Jerman berencana mengaktifkan kembali wajib militer dan memobilisasi tenaga kerja di sektor-sektor kritis seperti toko roti dan kantor pos, dengan ketentuan bahwa pekerja di sektor-sektor tersebut tidak diperbolehkan mengundurkan diri selama masa darurat.

Selain itu, profesion seperti dokter, psikolog, perawat, dan dokter hewan akan diarahkan untuk mengambil peran dalam layanan militer dan sipil jika diperlukan. Pemerintah juga mempersiapkan langkah-langkah penjatahan, termasuk penyimpanan bahan makanan dasar seperti beras, kacang-kacangan, dan susu kental untuk memastikan penyediaan satu makanan hangat per hari bagi warga.

Langkah-langkah perlindungan sipil yang diuraikan meliputi penggunaan ruang bawah tanah, tempat parkir, dan stasiun kereta bawah tanah sebagai tempat perlindungan sementara. Rumah sakit akan dipersiapkan untuk menangani jumlah pasien yang meningkat, dan pemerintah diberi kewenangan untuk mengevakuasi warga sipil ke lokasi yang lebih aman tanpa memisahkan keluarga.

Dokumen ini juga mencatat bahwa dalam keadaan perang, warga Jerman harus siap untuk mengandalkan kemampuan mereka sendiri dan membantu sesama, mengingat potensi kerusakan besar-besaran yang dapat menghambat bantuan dari pemerintah.

Dalam kaitannya dengan penyebaran informasi, media Jerman, termasuk lembaga penyiaran negara Deutsche Welle, akan memiliki kewajiban hukum untuk menyebarkan informasi dan pengumuman penting dari pemerintah dengan cepat.

Rencana Jerman ini muncul di tengah peringatan berulang dari Presiden Rusia Vladimir Putin kepada negara-negara Barat untuk tidak ikut campur dalam konflik, sementara Amerika Serikat dan sekutunya terus memberikan dukungan militer kepada Ukraina. Konflik antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung lebih dari dua tahun dan masih belum menunjukkan tanda-tanda penyelesaian, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi eskalasi yang melibatkan NATO.

Antara Diplomasi dan Konfrontasi: Implikasi Kritik Presiden Ukraina terhadap Sikap China dalam Konflik Rusia

goldengaterestaurantphoenix.com – Komentar kritis Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky terhadap China mengenai hubungannya dengan Rusia serta sikapnya yang kurang mendukung terhadap konferensi perdamaian yang akan datang, mungkin akan membawa dampak negatif bagi Ukraina, menurut para pengamat. Analis dari China menyampaikan bahwa sikap Zelensky yang terkesan marah ini berisiko membuat Beijing merasa tersinggung dan justru semakin mendekatkan diri kepada Rusia.

Astrid Nordin, seorang ahli di King’s College London, menyatakan bahwa China cenderung memposisikan diri sebagai mediator perdamaian yang baik hati dan mengharapkan Ukraina mengakui peran tersebut. “Apabila Ukraina menolak mengakui kebaikan hati China, ada risiko bahwa China akan mengubah narasi menjadi salah satu yang memperkuat posisi mereka sebagai kekuatan yang menantang dominasi Barat, bersama dengan Putin,” ujar Nordin.

Menurut Nordin, Zelensky tidak akan mendapatkan banyak keuntungan dengan mengambil sikap yang dapat memprovokasi pemimpin China. Ia menambahkan bahwa China dapat dengan mudah menunjukkan perubahan sikapnya terhadap Ukraina dengan mendukung Rusia secara lebih terbuka.

Jie Yu dari Chatham House menyampaikan bahwa komentar Zelensky secara khusus menunjukkan kekecewaannya terhadap hubungan yang semakin erat antara China dan Rusia, lebih daripada menolak Beijing secara total. “Ukraina membutuhkan dukungan dari banyak negara untuk proses rekonstruksi pasca-konflik, dan China dapat memainkan peran kunci mengingat investasi yang telah mereka lakukan di Ukraina selama dua dekade terakhir,” kata Yu.

Dia mengingatkan bahwa tidak hanya China, tetapi juga negara-negara berkembang lainnya seperti India, Afrika Selatan, dan Brasil telah mengambil sikap yang serupa dengan Beijing. Pemerintah Ukraina, katanya, “tidak ingin sepenuhnya memutus hubungan dengan mereka,” namun risikonya adalah Beijing bisa melihat konferensi perdamaan sebagai kesempatan untuk menyalahkan negara-negara yang tidak mendukung Ukraina.

Zelensky pertama kali mengungkapkan kritiknya terhadap China selama Dialog Shangri-La di Singapura pada awal Juni, mengklaim bahwa Rusia menggunakan pengaruh Beijing di Asia untuk mengganggu negosiasi perdamaian yang akan diadakan di Swiss pada pertengahan Juni. Konferensi tersebut akan membahas sejumlah isu termasuk rencana perdamaian Ukraina, keamanan nuklir, keamanan pangan, dan pemulangan anak-anak Ukraina yang diculik oleh Rusia, dengan lebih dari seratus negara dan organisasi internasional yang dijadwalkan untuk hadir.

China, yang telah berulang kali menyerukan gencatan senjata dan dialog mengenai konflik di Ukraina, menyatakan kesiapannya untuk membantu memfasilitasi perundingan damai.